Pemerintah Dituding Caplok Lahan Warga untuk Bangun IKN

JAKARTA, detak24.com – Dahlia Yati dari Suku Paser Balik, penduduk asli tempat calon berdirinya IKN, mengaku kaget lahan rumahnya tiba-tiba sudah dipasang patok rencana pembangunan ibukota baru tersebut. Ia menyebut  sebelumnya datang surat edaran dari pemerintah Kalimantan Timur.

Pemasangan plang dan patok itu membuat dirinya dan warga setempat resah. Sebab, lahan yang tiba-tiba diklaim milik pemerintah itu sudah digunakan oleh Yati dan penduduk lainnya untuk berkebun selama bertahan-tahun.

ADVERTISEMENT

“Masyarakat adat minta kejelasan soal lahan, agar tidak terdampak pembangunan IKN yang dipaksakan. Pemasangan plang yang terjadi ini bentuk pengambilan secara sepihak, tidak pernah bertemu atau koordinasi dengan kami,” ujar Yati dalam webinar Bersihkan Indonesia, Selasa (15/03/22).

Yati mengatakan lahan rumahnya berada sekitar 10 kilometer dari titik nol IKN atau tempat Presiden Joko Widodo atau Jokowi berkemah bersama rombongan. Namun, alih-alih bertemu dengan warga sekitar yang terdampak pembangunan IKN, Jokowi justru melakukan ritual Kendi Nusantara dan berkemping di sana.

Padahal, kata Yati, lahan keluarga miliknya yang dicaplok oleh pemerintah untuk pembangunan IKN luasnya sampai empat hektar. Ia menyatakan kecewa dengan kunjungan Jokowi kemarin ke lokasi proyek IKN, karena keluhan warga asli soal pencaplokan lahan tidak didengarkan dan Jokowi lebih memilih kemping di titik nol.

“Kemping kemarin kami tidak membutuhkan. Hal itu buat apa? Tidak ada yang diuntungkan pula dengan itu,” kata Yati.

Sementara itu, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, Pradarma Rupang, menyebut ada potensi penggusuran terhadap 20 ribu warga adat dan lokal akibat pembangunan Otorita IKN di Kalimantan Timur. Mereka, kata Rupang, merupakan warga yang telah tinggal di kawasan hutan jauh sebelum adanya rencana pembuatan ibukota baru tersebut.

“Jadi 260 ribu hektar (total luas wilayah IKN) ini bukan tanah kosong, ada pemukiman warga,” ujar Rupang.

Rupang menerangkan, saat ini 40 persen dari total wilayah IKN sudah ditempati oleh warga. Data tersebut bahkan sudah dibenarkan oleh Kementrian ATR/BPN.

“Pembangunan IKN bakal menimbulkan daya rusak berlapis ke 53 kampung (di sekitar IKN). Pembukaan lahan bisa membuat kerusakan dan pencemaran yang seharusnya menopang kehidupan di sekitarnya,” kata Rupang.

Sementara itu juru kampanye hutan dan kebun WALHI, Uli Arta Siagian, menyebut pemerintah selama ini selalu menganggap bahwa hutan-hutan yang ada di Kalimantan merupakan tanah yang tidak bertuan. Padahal, kata dia, di hutan tersebut ada masyarakat yang tinggal di sana.

“Pemerintah menegaskan lahan itu tanah tidak bertuan. WALHI mengungkapkan bahwa terjadi banyak tumpang tindih di lahan calon ibukota ini,” kata Uli.(tp)

Editor : kar

 

Terimakasih telah mengunjungi website kami. Ikuti kami terus di https://detak24.com

ADVERTISEMENT