Korupsi Duit Penanggulangan Bencana, Kepala BPBD Siak Diganjar 6 Tahun Penjara

PEKANBARU, detak24com – Mantan Kepala BPBD Siak, Kaharuddin divonis 6 tahun penjara dalam kasus korupsi dana penanggulangan bencana Rp 1,1 miliar.
Vonis tersebut dibacakan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru yang diketuai Delta Tamtama dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (25/03/25).
Kaharuddin dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Kaharuddin selama 6 tahun, dikurangi masa penahanan yang telah dijalankan,” ujar majelis hakim yang diketuai Delta Tamtama.
Selain penjara, terdakwa juga dihukum membayar denda sebesar Rp 100 juta. Dengan ketentuan jika denda tidak dibayar, diganti hukuman kurungan selama 3 bulan.
Hakim juga menghukum terdakwa membayar uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp 829.816.063. Jika UP itu tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 2,5 tahun.
Vonis ini lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menginginkan Kaharuddin dihukum 7,5 tahun penjara, denda Rp 300 juta subsidair enam bulan kurungan, serta membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 829.816.063,65 subsidair 4 tahun penjara.
Terpisah, Kajari Siak, Moch Eko Joko Purnomo melalui Kasi Pidsus, Muhammad Juriko Wibisono menyebut selain Kaharuddin, dua terdakwa lainnya juga dijatuhi hukuman.
Keduanya adalah Alzukri, yang menjabat sebagai Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Siak tahun 2022-2023, divonis dua tahun penjara dan denda Rp 75 juta subsidair dua bulan kurungan.
Budiman, selaku Direktur CV Budi Dwika Karya, dijatuhi hukuman 1,5 tahun penjara dan denda Rp 75 juta subsidair dua bulan kurungan. Ia juga dikenakan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp98.306.763 subsidair enam bulan penjara.
“Terdakwa Budiman juga harus membayar uang pengganti Rp 73.730.072. Selain itu, uang Rp 15.800.000 dirampas untuk negara. Jika tidak membayar sisa uang pengganti sebesar Rp57.930.072, ia akan menjalani hukuman tambahan selama enam bulan penjara,” jelasnya.
Vonis terhadap kedua terdakwa ini juga lebih rendah dari tuntutan JPU. Sebelumnya, JPU menuntut Alzukri dengan lima tahun penjara, denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp98.306.763 subsidair 2,5 tahun penjara.
Sementara Budiman dituntut 4,5 tahun penjara, denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp73.730.072 subsidair 2 tahun 3 bulan penjara.
Kasus korupsi ini terjadi pada Oktober hingga Desember 2022, ketika BPBD Siak menganggarkan pengadaan barang dan jasa untuk perlengkapan dinas, seperti handy talkie, sepatu dinas lapangan, serta pakaian dan atribut PDL bagi anggota BPBD Siak.
Kaharuddin, selaku Kalaksa BPBD, memerintahkan Alzukri, yang bukan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), untuk melakukan pembelian barang secara langsung dari toko-toko di Pekanbaru.
Mereka kemudian bekerja sama dengan Budiman untuk memasukkan spesifikasi barang-barang tersebut ke dalam etalase e-katalog milik CV Budi Dwika Karya.
Dengan cara ini, BPBD Siak membeli barang dari e-katalog yang telah dimanipulasi, sehingga terjadi mark-up harga dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 1.109.844.681,39 berdasarkan audit Inspektorat Kabupaten Siak.
Saat ini, baik para terdakwa maupun JPU masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya. “Para terdakwa pikir-pikir, kita (JPU) juga pikir-pikir,” pungkas Juriko dikutip detak24com dari cakaplah. (*)
Editor : kar