JAKARTA, detak24com – Kejagung menangkap eks Ketua PN Bangkinang, Muhammad Arif Nuryanta dalam kasus suap perkara korupsi izin ekspor CPO.
Kejagung mengatakan, majelis hakim Djuyamto Cs yang ditetapkan oleh Muhammad Arif Nuryanta, terima uang suap Rp 22,5 miliar sebagai imbalan vonis lepas terdakwa kasus korupsi persetujuan ekspor minyak kelapa sawit periode 2021-2022.
Diketahui, sebelum menjabat Ketua PN Jakarta Selatan, M Arif pernah menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bangkinang pada 31 Agustus 2015 silam. Setahun berselang, ia mendapat promosi sebagai Ketua PN Bangkinang.
Jabatan Arif makin mentereng usai didapuk sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat pada 17 Januari 2024. Kemudian ia kembali mendapat promosi menjadi Ketua PN Jakarta Selatan sejak 6 November 2024.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar menyebut uang yang diterima oleh majelis hakim diberikan oleh Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Dia menjelaskan, Arif yang telah menerima uang suap sebesar Rp 60 miliar dari Ariyanto Bakri selaku pengacara dari tiga tersangka korporasi langsung memilih susunan majelis hakim dalam perkara itu.
Mereka yang dipilih yakni hakim Djuyamto (DJU) selaku ketua majelis, kemudian hakim Agam Syarif Baharuddin (ASB) selaku anggota majelis dan Ali Muhtarom (AM) selaku hakim adhoc.
“Wakil Ketua PN Jakpus kemudian menunjuk majelis hakim yang terdiri dari DJU sebagai ketua majelis, kemudian AM adalah hakim adhoc dan ASB sebagai anggota majelis,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (14/04/25).
Setelah itu, Arif langsung memanggil Djuyamto dan Agam untuk bertemu secara langsung. Ia menyebut dalam pertemuan itu Arif menyerahkan uang tunai senilai Rp 4,5 miliar sebagai uang untuk membaca berkas perkara korupsi minyak goreng.
“Dengan tujuan untuk uang baca berkas perkara dan agar perkara tersebut diatensi,” jelasnya.
Uang dalam bentuk Dollar Amerika Serikat itu, kata dia kemudian dibawa oleh Agam menggunakan goodie bag dan langsung dibagikan kepada ketiga majelis hakim dalam perkara itu.
Lanjutnya, pada periode September-Oktober 2024, Arif kembali menyerahkan uang sebesar Rp 18 miliar dalam bentuk Dollar Amerika Serikat kepada Djuyamto.
Uang itu kemudian dibagikan oleh Djuyamto di depan Bank BRI. Rinciannya yakni sebesar Rp 4,5 miliar untuk Agam, kemudian sebesar Rp 5 miliar untuk Ali, sebesar Rp 6 miliar untuk Djuyamto dan Rp 300 juta untuk panitera.
“Ketiga hakim tersebut mengetahui tujuan dari penerimaan uang tersebut agar perkara tersebut diputus onslag. Sehingga,vpada tanggal 19 Maret 2025 perkara tersebut di putus onslag,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan total tujuh orang tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi terkait vonis lepas di perkara korupsi persetujuan ekspor minyak kelapa sawit periode 2021-2022.
Ketujuh tersangka itu Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta, pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto, Panitera Muda PN Jakut Wahyu Gunawan. Kemudian ketiga majelis hakim pemberi vonis lepas yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom .
Lanjutnya, terdapat bukti pemberian suap sebesar Rp 60 miliar dari Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara korporasi PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group dan PT Musim Mas Group.
Uang itu diterima oleh Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat melalui Wahyu Gunawan yang saat itu menjabat sebagai Panitera Muda pada PN Jakarta Pusat.
“Pemberian ini dalam rangka pengurusan perkara agar majelis hakim yang mengadili perkara itu memberikan putusan onslag,” jelasnya.
Masih kata Qohar, hakim Arif Nuryanta menggunakan jabatannya saat itu sebagai wakil ketua PN Jakarta Pusat dalam mengatur vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng.
“Jadi perkaranya tidak terbukti, walaupun secara unsur memenuhi pasal yang didakwakan. Tetapi menurut pertimbangan majelis hakim bukan merupakan tindak pidana,” pungkasnya. (Cnnindonesia)
Editor : Kar