Jakarta, detak24.com — Keberadaan kerangkeng di rumah pribadi Bupati Langkat dinilai sebagai pembiaran tindak pidana terstruktur. Pasalnya, semua elemen masyarakat mengetahuinya. Ditambah lagi sudah 10 tahun beroperasi dan sering dikunjungi oleh para petinggi.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu mengatakan ada indikasi pembiaran terstruktur yang dilakukan beberapa pihak, termasuk dari elemen pejabat pemerintahan terhadap kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin.
Berdasarkan temuan dari tim LPSK yang diterjunkan untuk menyelidiki langsung terhadap para saksi soal kerangkeng manusia itu, ada polisi yang menyarankan warga untuk merehabilitasi anggota keluarganya yang merupakan pencandu narkoba.
“Ada pembiaran terstruktur. Tadi disinggung oleh narasumber [saksi] bahwa ada polisi rekomendasikan kepada keluarganya agar anak itu direhab saja di tempatnya Bupati. Ini rumah tahanan itu setidaknya sudah berlangsung selama 10 tahun,” kata Edwin dalam konferensi persnya, Senin (31/1).
Tak hanya itu, Edwin menyinggung terdapat video yang diunggah istri Bupati Langkat ke sosial media pribadinya. Di video itu, kata dia, tampak Dinas Komunikasi dan Informatika setempat juga sempat mengunjungi dan melihat kerangkeng manusia tersebut.
“Jadi Kepala Dinas tahu. Setidaknya Bupati juga didampingi ajudan yang [berlatarbelakang] polisi pasti tahu. Tapi jadi pertanyaan Bupati ini bukan orang biasa, dan bukan sekadar pengusaha, dia tak sekadar anggota ormas. Tapi dia juga pejabat membuat produk hukum,” kata dia.
Edwin mengaku heran seorang Bupati bisa melakukan tindakan yang diduga melawan hukum. Ia meyakini bahwa Terbit pasti mengetahui bahwa kerangkeng manusia di rumahnya itu ilegal karena memiliki pengetahuan soal hukum.
“Tapi kenapa dia membuat tempat yang katanya itu pembinaan tapi ilegal? Dia pasti tahu hukum. Selama 10 tahun mempertahankan tempat ini,” kata dia.
Selain itu, Edwin juga menemukan bahwa kerangkeng itu tidak ditemukan proses rehabilitasi bagi orang yang ada di dalamnya. Padahal, awalnya tempat tersebut diklaim untuk proses rehabilitasi.
“Ketika kami tanyakan, aktivitas nya apa kalian. Ya nggak ada natural aja katanya, alami saja. Nggak ada schedule, tidak ada modul, suka-suka yang menjadi pembina pengelola,” ucap Edwin.
Edwin juga mengatakan penghuni penjara ilegal itu tidak semuanya pecandu narkoba. Ia mengatakan penghuni tempat tersebut sebagian besar memang penyandang masalah sosial.
Ia juga memastikan tidak semua penghuni berasal dari Kabupaten Langkat. Namun banyak pula yang berasal dari luar Langkat.
“Ada pecandu narkotika, tukang judi, problem rumah tangga, ada yang tukang mabuk, ada yang penculik,” ucapnya.
Tak hanya itu, Edwin menduga ada pungutan uang di kerangkeng manusia tersebut. LPSK menemukan ada kertas bertuliskan keterangan pembayaran dengan nominal tertentu.
Bahkan, Edwin juga menemukan temuan surat yang bertuliskan adanya kereng atau kerangkeng ketiga. Artinya, Ia menduga ada kerangkeng lain yang posisinya buka terletak di rumah itu namun belum diketahui keberadaannya hingga saat ini.
“Kami masih bertanya-tanya. Ada dua ruangan kereng satu dan dua, kereng itu sel. Tapi temuan kami juga ada kereng tiga. Ini yang jadi pertanyaan bagi kami. Kereng tiga ini di mana, masih beroperasi atau nggak, jangan-jangan masih ada orang yang ditahan atau nggak,” ucap dia.
Edwin juga membeberkan ada orang yang ditahan di tempat tersebut hingga empat tahun lamanya. Hal itu terungkap ketika LPSK bertemu dengan salah satu korban yang sudah bebas dari rumah tahanan tersebut.
Bahkan, Ia menemukan ada surat pernyataan dari pihak keluarga tidak akan menuntut bila sakit atau meninggal dalam menjalani masa ‘rehabilitasi’ tersebut.
“Apabila terjadi hal terhadap anak selama masa pembinaan, sakit atau meninggal. Maka pihak keluarga tidak akan menuntut kepada pembina,” kata dia.(cnn)